FORUM KOMUNIKASI ANAK BETAWI
(FORKABI)
RANTING CIBUBUR
Jl. H. Abdur Rahman Rt.001/010
Bulak Dukuh
Kel. Cibubur Kec. Ciracas
Jakarta Timur 13720

Selasa, 22 Oktober 2013

Omzet Pedagang K5

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OMZET PENDAPATAN PEDAGANG KAKI LIMA DI WILAYAH CIBUBUR
 (Studi Kasus : Jalan Karya Bakti)

Munzir dan F. Merna Kurniasih
Dosen dan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi
Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Sosial
Universitas Indraprasta PGRI


ABSTRAK
Tujuan dari penelitian adalah untuk menganalisis faktor internal yang meliputi pengetahuan dalam menjual dan pelayanan serta untuk menganalisis faktor eksternal yang meliputi lokasi dan customer behaviour terhadap omzet pendapatan pedagang kaki lima. Peneliti menggunakan metode penelitian Kualitatif-Deskriptif. Sedangkan pengumpulan data menggunakan data primer melalui riset lapangan. Dan instrumen atau alat pengumpul datanya berupa angket melalui teknik pengambilan sampel Probability Sampling dengan memilih Simple Random Sampling, artinya pengambilan sampel sederhana secara acak kepada 30 pedagang dan 50 konsumen. Berdasarkan hasil analisis, dapat dikemukakan kesimpulan yaitu; faktor internal yang terdiri dari faktor pengetahuan dalam menjual dan faktor pelayanan mempunyai pengaruh terhadap omzet pendapatan pedagang kaki lima. Artinya, untuk memaksimalkan omzet, pedagang dapat memanfaatkan faktor internal terutama faktor pengetahuan dalam menjual; dan juga diketahui bahwa faktor eksternal yang terdiri dari faktor lokasi dan faktor Customer Behaviour mempunyai pengaruh terhadap omzet pendapatan pedagang kaki lima. Artinya untuk menciptakan omzet yang memuaskan, pedagang dapat lebih memperhatikan faktor eksternal, terutama faktor Customer Behaviour.

Kata Kunci : Faktor Omzet Pendapatan, Pedagang,  Kaki Lima.


                                                                ABSTRACT
The purpose of this study was to analyze internal factors that include knowledge in selling and servicing as well as to analyze the external factors that include location and customer behavior on revenue turnover of street vendors. Researchers used qualitative research methods-descriptive. While collecting data using primary data through field research. And the instrument or means of collecting data in the form of questionnaires through Sampling Probability sampling techniques to select the Simple Random Sampling, meaning simple random sampling to 30 traders and 50 consumers. Based on the analysis, it can be argued that conclusions; internal factors which consisted of factors of knowledge in selling and servicing factors have an influence on the turnover income vendors. That is, to maximize turnover, traders can take advantage of internal factors, especially factor knowledge in selling, and also note that external factors consisting of location factors and factors of Customer Behavior have any impact on revenue turnover of street vendors. That is to create a satisfactory turnover, traders can pay more attention to external factors, especially factor Customer Behaviour.

Keywords: Factor Income Earnings, Traders, Street Markets






PENDAHULUAN
Kota Jakarta mempunyai peran penting sebagai Ibukota negara, pusat pemerintahan dan pusat perdagangan. Selain itu, peran penting lainnya dari kota Jakarta adalah sebagai pusat daerah konsentrasi penduduk dengan berbagai latar belakang ekonomi, sosial dan budaya yang berbeda-beda. Jakarta adalah sebuah kota yang menjanjikan kehidupan nyaman dan sejahtera untuk semua. Banyak orang tertarik datang ke kota ini, mereka datang untuk bekerja mencari nafkah, dengan harapan dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik. Hal inilah yang menjadi magnet daya tarik kota Jakarta. Kehidupan masyarakat yang tinggal di Jakarta cukuplah rumit. Setiap hari, orang-orang sibuk dengan rutinitasnya masing-masing demi mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Biaya hidup yang serba tinggi, telah memaksa mereka untuk selalu giat bekerja mencari rezeki. Kenyataan yang sering terjadi di dalam lingkungan masyarakat  adalah bahwa sejak manusia mulai hidup bermasyarakat, maka sejak saat itulah akan timbul sebuah gejala yang disebut dengan masalah sosial. Pada kondisi tersebut, tidak pernah dijumpai keadaan yang menggambarkan bahwa seluruh perilaku kehidupan sosial sesuai dengan harapan.
Permasalahan yang ditimbulkan oleh adanya fenomena yang terjadi pada kegiatan perekonomian rakyat kecil didaerah perkotaan, sering diakibatkan karena ketidakmatangan perencanaan dan pengawasan pembangunan pada seluruh bagian kota. Fenomena ini menimbulkan masalah sosial yang terjadi dimasyarakat. Salah satu masalah sosial yang terjadi yaitu adanya prokontra mengenai Pedagang Kaki Lima. Dalam aktivitas perkotaan yang serba gemerlap, keberadaan Pedagang Kaki Lima terasa terasingkan. Harus diakui bahwa keadaan ini timbul karena adanya ketimpangan sosial dan pembangunan serta pendidikan yang tidak merata. Padahal peran Pedagang Kaki Lima sangatlah penting, karena dapat mendatangkan sisi positif pada sektor usaha informal. Perlu disadari bahwa proses percepatan pembangunan yang terlalu menitikberatkan pada laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa diimbangi dengan pemerataan pendapatan, menyebabkan masyarakat mengalami ketegangan ekonomi. Sebagaimana diketahui pada tahun 1998, Indonesia saat itu mengalami krisis multidimensional yang diawali dengan krisis ekonomi dan krisis moneter yang menandai berakhirnya pemerintahan Orde Baru dan dimulainya Era Reformasi.
Krisis ekonomi tersebut mengakibatkan beban ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat, pemerintah maupun swasta terasa sangat berat.  Sehingga menimbukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak. Krisis tersebut telah menyebabkan meningkatnya angka pengangguran, stabilitas politik menjadi goyah, serta tingginya harga barang-barang kebutuhan sehari-hari. Ketidakinginan masyarakat berada dalam kondisi yang serba tidak menentu tersebut, mendorong masyarakat untuk mencari lapangan pekerjaan sendiri dengan memilih pekerjaan pada sektor informal. Salah satu pilihan yang diambil masyarakat adalah menjadi Pedagang Kaki Lima. Para pedagang yang bekerja disektor informal seperti Pedagang Kaki Lima hadir satu persatu dan terus bertambah setelah adanya interaksi pasar yang positif. Kemudian tanpa disadari keberadaan  Pedagang Kaki Lima semakin bertambah banyak, dan pada akhirnya menciptakan pasar kaget. Keadaan ini telah menjadi suatu kenyataan sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat saat ini.
Pilihan masyarakat untuk bekerja disektor informal dianggap merupakan langkah terbaik saat menghadapi tekanan ekonomi. Pilihan masyarakat tersebut dikarenakan bekerja disektor informal khususnya Pedagang Kaki Lima hanya memerlukan modal serta keterampilan yang minim. Pekerjaan sebagai Pedagang Kaki Lima telah dimanfaatkan sebagai pekerjaan utama maupun sebagai pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan. Keadaan tersebut membuktikan bahwa Pedagang Kaki Lima merupakan salah satu alternatif lapangan pekerjaan untuk mengatasi pengangguran yang ada di perkotaan khususnya di kota Jakarta saat ini. Kurangnya perhatian pemerintah terhadap perkembangan disektor informal, membuat Pedagang Kaki Lima semakin menjamur. Tempat yang sering dipilih adalah tempat-tempat strategis pada pusat kegiatan umum seperti pertokoan, pasar, gedung sekolah, dan tempat-tempat kegiatan lainnya yang menurut pandangan dari Pedagang Kaki Lima merupakan tempat strategis bagi usaha berjualan barang dagangan mereka.
 Pemilihan tempat tersebut dipilih karena Pedagang Kaki Lima selalu berusaha supaya barang dagangannya cepat habis terjual. Untuk itu jenis ruang usaha yang digunakan biasanya adalah pusat-pusat daerah yang padat penduduknya, maupun derah-daerah pertemuan jalur lalu lintas yang padat. Adapun sarana berjualan yang banyak digunakan oleh Pedagang Kaki Lima yaitu berupa kios, tenda, maupun berjualan secara lesehan dengan cara menggelar barang dagangan yang akan ditawarkan kepada pembeli. Sarana berjualan berupa kios-kios yang digunakan oleh Pedagang Kaki Lima merupakan tempat usaha yang memiliki atap dan berdinding semi permanen. Dinding kios biasanya terbuat dari papan kayu atau triplek. Keberadaan Pedagang Kaki Lima di perkotaan bukanlah kelompok masyarakat yang gagal masuk ke dalam sistem ekonomi perkotaan. Namun, keadaan ini menunjukkan bahwa keberadaan Pedagang Kaki Lima merupakan transformasi dari masyarakat pedesaan yang berbasis pertanian ke masyarakat perkotaan yang berbasis perdagangan, industri dan jasa.
Kondisi inilah yang membuat Pedagang Kaki Lima tidak terpisahkan dari kegiatan ekonomi kerakyatan. Kenyataan yang terjadi pada perekonomian yang berkembang didaerah perkotaan, memperlihatkan bahwa keadaan lapisan pendapatan penduduk paling rendah yang tinggal di perkotaan terasa jauh lebih baik daripada keadaan lapisan penduduk berpendapatan rendah yang tinggal di pedesaan.
Kenyataan tersebut tidak mengejutkan bila mengingat urbanisasi merupakan arus perpindahan tenaga kerja yang berasal dari pedesaan ke daerah perkotaan. Motif utama para kelompok pendatang adalah karena adanya alasan ekonomi yang kuat. Motif tersebut didasari atas adanya perbedaan tingkat perkembangan ekonomi antara daerah pedesaan dan perkotaan.
Didaerah perkotaan terdapat kesempatan ekonomi yang lebih besar dibandingkan dengan daerah pedesaan. Pedagang Kaki Lima lebih sering memilih berlokasi disekitar kawasan-kawasan fungsional perkotaan. Dengan tujuan untuk memperoleh omzet pendapatan yang tinggi. Kawasan-kawasan tersebut dianggap sangat strategis karena merupakan daerah perdagangan, perkantoran, daerah wisata, pemukiman dan berbagai fasilitas umum lainnya.
Masyarakat tidak hanya berbeda budaya, tetapi sebagai pembeli khususnya sebagai pihak konsumen, tentu saja masyarakat memiliki perbedaan secara umum seperti umur dan jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan, status perkawinan dan pengaturan hidup, kegiatan dan minat mereka, serta mengenai pendapat mereka tentang makanan yang mereka makan, dan berbagai produk yang mereka beli.
Terlihat bahwa adanya sektor informal khususnya keberadaan Pedagang Kaki Lima sangat membantu konsumen dalam mendapatkan barang tertentu, karena keberadaanya sangat mudah ditemui. Sebagian besar barang-barang yang dijual oleh Pedagang Kaki Lima adalah barang-barang convience goods, artinya barang yang dibeli dengan cara emosional (senang), dan mudah untuk mendapatkannya. Konsumen biasanya begitu melihat barang yang ditawarkan oleh Pedagang Kaki Lima, langsung timbul keinginan untuk membelinya.

KAJIAN PUSTAKA
Pedagang Kaki Lima di Indonesia
Awal mula Pedagang Kaki Lima atau yang lebih sering disingkat dengan PKL adalah istilah yang digunakan untuk menyebut penjual dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering diartikan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah dengan tiga “kaki” gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki).
Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial belanda. Peraturan pemerintah waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan kaki. Sekian puluh tahun setelah itu, tepatnya adalah saat Indonesia telah merdeka, ruas jalan untuk pejalan kaki telah banyak dimanfaatkan oleh para pedagang untuk berjualan. Dahulu saat itu orang yang menempati ruas jalan untuk berdagang namanya adalah pedagang pinggir jalan, namun sekarang namanya berubah menjadi Pedagang Kaki Lima.
Adapun yang dimaksud dengan Pedagang kaki lima adalah setiap orang yang menawarkan atau menjual barang dan jasa dengan cara berkeliling dimana terdapat kelompok orang yang menawarkan barang dan jasa untuk dijual di atas trotoar, ditepi atau dipinggir jalan, disekitar pusat-pusat perbelanjaan, pertokoan, pasar, pusat rekreasi atau hiburan, pusat pendidikan, baik secara menetap, setengah menetap maupun secara berpindah-pindah.
Istilah kaki lima yang selama ini dikenal, berasal dari pengertian trotoar yang dahulu berukuran 5 kaki (5 kaki = 1,5 meter). Pedagang Kaki Lima menyediakan barang-barang kebutuhan bagi golongan ekonomi menengah kebawah dengan harga yang dapat dijangkau oleh golongan tersebut.
Pedagang Kaki Lima biasanya berupa unit usaha kecil yang melakukan kegiatan produksi atau distribusi barang dan jasa, dengan sasaran utama untuk menciptakan lapangan kerja dan penghasilan bagi diri mereka sendiri. Usaha sebagai Pedagang Kaki Lima telah mampu menunjukkan diri sebagai usaha mandiri yang memberikan penghasilan.
Kenyataan tersebut tidak mengejutkan bila mengingat urbanisasi merupakan arus perpindahan tenaga kerja yang berasal dari pedesaan ke daerah perkotaan. Motif utama para kelompok pendatang adalah karena adanya alasan ekonomi yang kuat. Motif tersebut didasari atas adanya perbedaan tingkat perkembangan ekonomi antara daerah pedesaan dan perkotaan.
Didaerah perkotaan terdapat kesempatan ekonomi yang lebih besar dibandingkan dengan daerah pedesaan. Pedagang Kaki Lima lebih sering memilih berlokasi disekitar kawasan-kawasan fungsional perkotaan. Dengan tujuan untuk memperoleh omzet pendapatan yang tinggi. Kawasan-kawasan tersebut dianggap sangat strategis karena merupakan daerah perdagangan, perkantoran, daerah wisata, pemukiman dan berbagai fasilitas umum lainnya.
Adapun peraturan yang mengatur tentang tempat dan pembinaan usaha  Pedagang Kaki Lima di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah diatur pada Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2010 yang berisi tentang definisi, pengaturan tempat, pembinaan, dan pengawasan.
Definisi Pedagang Kaki Lima menurut Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2010 adalah kegiatan usaha jasa perdagangan yang menempati prasarana kota, fasilitas sosial, dan fasilitas umum milik Pemerintah Daerah, tanah atau lahan milik perorangan atau badan yang telah mendapatkan izin dari Gubernur.
Pengaturan tempat untuk Pedagang Kaki Lima menurut Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2010 dimaksudkan untuk mendukung ketertiban Kota melalui penataan lingkungan dengan penyediaan prasarana dan sarana usaha mikro Pedagang Kaki Lima pada lokasi-lokasi yang dimungkinkan dan sifatnya sementara untuk memberikan kepastian hukum atas pemanfaatan lokasi yang dimaksud.
Setiap Pedagang Kaki Lima yang telah memperoleh Izin Penggunaan Tempat Usaha (IPTU) dilarang untuk; merubah bentuk dan fungsi tempat usaha, memperdagangkan barang-barang terlarang, dan melakukan perbuatan asusila ditempat usaha.
Pembinaan usaha Pedagang Kaki Lima menurut Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2010 dilakukan melalui koordinasi pembinaan usaha mikro Pedagang Kaki Lima oleh Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dan perdagangan Provinsi DKI Jakarta.
Pengawasan usaha Pedagang Kaki Lima menurut Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2010 dilaksanakan untuk lebih mengoptimalkan pemanfaatan seluruh jenis lokasi usaha mikro Pedagang Kaki Lima yang mencakup kegiatan:
a         Peningkatan kesadaran prilaku usaha yang tertib sesuai  ketentuan yang berlaku kepada Pedagang Kaki Lima.
b        Penerapan sanksi suatu pelanggaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan mengkoordinasikan penertiban lokasi Pedagang Kaki Lima yang pemanfaatannya tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pedagang Kaki Lima merupakan cerminan dari kehidupan masyarakat yang membutuhkan kehidupan ekonomi yang lebih baik. Kehidupan ini berawal dari adanya arus urbanisasi, yaitu arus perpindahan masyarakat dari desa ke kota. Keberdaaan dari Pedagang Kaki Lima dapat membuat suatu tempat yang mereka pergunakan untuk berdagang menjadi lebih ramai dari keadaan dihari-hari biasa. Hal ini karena banyak pembeli yang datang untuk memadati area pusat keramaian tersebut.

Sektor Perekonomian Penggerak Pedagang Kaki Lima
Pembangunan senantiasa beranjak dari suatu keadaan atau kondisi kehidupan yang kurang baik menuju suatu kehidupan yang lebih baik dalam rangka mencapai tujuan nasional suatu bangsa. Sebagaimana diketahui pada tahun 1998, Indonesia mengalami krisis multidimensional yang diawali dengan krisis ekonomi dan krisis moneter yang menandai berakhirnya pemerintahan Orde Baru dan dimulainya Era Reformasi.
Krisis ekonomi tersebut mengakibatkan beban ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat, pemerintah maupun swasta terasa sangat berat. Sehingga menimbukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak yang menyebabkan tingginya angka pengangguran, stabilitas politik yang goyah, serta harga barang-barang kebutuhan sehari-hari yang melambung tinggi.
Aspek sosial ekonomi yang terjadi pada masyarakat perkotaan menyebabkan terciptanya kegiatan yang bersifat formal dan informal. Kegiatan formal sering diidentikkan dengan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat pada golongan kelas menengah atas. Sedangkan kegiatan yang sifatnya informal banyak dilakukan oleh masyarakat golongan menengah ke bawah atau kaum tersisih. Sektor formal mencakup perusahaan-perusahaan yang mempunyai status hukum, pengakuan, dan izin resmi, serta umumnya berskala besar. Sedangkan sektor informal kegiatan usahanya umumnya sederhana, tidak mempunyai izin usaha, tingkat penghasilan umumnya rendah, keterkaitan dengan usaha-usaha lain sangat kecil, usahanya beranekaragam, serta skala usahanya relatif kecil.
Sektor informal menggambarkan bagian dari angkatan kerja yang berada diluar pasar. Disini, pekerja tidak terikat dan tidak terampil dengan pendapatan yang tidak tetap. Aktifitas informal merupakan cara melakukan sesuatu yang ditandai dengan usaha milik sendiri, bertumpu pada sumber daya lokal, tergolong ke dalam padat karya dan teknologi yang digunakan bersifat adaptif. Pilihan masyarakat untuk bekerja disektor informal khususnya Pedagang Kaki Lima dikarenakan pilihan tersebut hanya memerlukan modal serta ketrampilan yang minim.
Di Indonesia pengetian umum dari sektor informal khususnya Pedagang Kaki Lima meliputi tiga hal yaitu : (1) sektor yang tidak menerima bantuan atau proteksi ekonomi dari pemerintah, seperti perlindungan tarif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan, pemberian kredit dengan bunga yang relatif rendah, pembimbingan teknis dan ketatalaksanaan perlindungan dan perawatan tenaga kerja, penyediaan teknologi dan hak paten. (2) sektor yang belum mempergunakan bantuan ekonomi pemerintah, walaupun bantuan itu telah tersedia, dan (3) sektor yang telah menerima dan menggunakan bantuan atau fasilitas yang disediakan oleh pemerintah, tetapi bantuan itu belum sanggup membuat unit usaha tersebut berdiri (Hidayat, 1987 dalam Sukamdi 2003).
Pedagang Kaki Lima di perkotaan bukanlah kelompok masyarakat yang gagal masuk ke dalam sistem ekonomi perkotaan. Keberadaan Pedagang Kaki Lima merupakan transformasi dari masyarakat pedesaan yang berbasis pertanian ke masyarakat perkotaan yang berbasis industri dan jasa. Kondisi inilah yang membuat Pedagang Kaki Lima tidak terpisahkan dari ekonomi kerakyatan. Aktifitas ekonomi kerakyatan ini terkait dengan kegiatan ekonomi yang dilakukan melalui pasar tradisional dan berbasis masyarakat. Artinya aktifitas ekonomi kerakyatan ini hanya ditujukan untuk menghidupi dan memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya sendiri.
Ekonomi kerakyatan telah bersuara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi yang banyak digeluti oleh masyarakat golongan bawah yang akhir-akhir ini semakin terdengar. Walaupun belum ada definisi final mengenai kegiatan ekonomi ini, namun sebagian ahli menyebut istilah “Ekonomi Kerakyatan” sebagai rujukan untuk perekonomian yang dikerjakan oleh masyarakat kecil. Secara empiris pengembangan ekonomi kerakyatan ini dipicu oleh realitas bahwa sebagian besar pelaku ekonomi di Indonesia bergerak pada usaha yang berskala kecil (Erani, 2002:57). Dalam praktiknya, ekonomi kerakyatan dapat dijelaskan sebagai ekonomi jejaring (network) yang menghubungkan sentra kemandirian usaha masyarakat dengan pola pengelolaan yang menganut sirklus terpendek antara penjual dan pembeli.
Pedagang Kaki Lima memiliki karakteristik kewirausahaan yang berupa kemampuan mencari dan menangkap peluang usaha, memiliki keuletan dan kreatifitas. Pengertian wirausaha itu sendiri adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat dan mengambil keuntungan dalam rangka meraih kesuksesan.Sedangkan kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif. Untuk itu, Pedagang Kaki Lima harus berupaya memahami kebutuhan, keinginan, dan permintaan konsumen.
Aktivitas pemasaran bermula dari pengematan kebutuhan konsumen. Sebuah cara untuk menganalisis kebutuhan konsumen adalah dengan mencari tahu mengapa orang membeli barang atau jasa. Setiap barang atau jasa dijual untuk memenuhi kebutuhan orang per orang dan keluarga. Kebutuhan konsumen sangat bervariasi dari yang sederhana seperti makan, minum, pakaian dan tempat tinggal, transportasi, kerapihan, telekomunikasi dan lain-lain termasuk dalam hal hiburan.
Kebutuhan adalah keadaan dasar manusia yang apabila tidak terpenuhi akan timbul perasaan kehilangan dalam diri seseorang. Kebutuhan menggambarkan tuntutan dasar manusia, yang bersifat luas, kompleks, dan banyak. Artinya manusia membutuhkan makanan, udara, air, pakaian, dan tempat berlindung untuk dapat bertahan hidup. Manusia juga sangat membutuhkan rekreasi, pendidikan, dan hiburan. Hal ini disebabkan karena semakin pentingnya kebutuhan, maka akan semakin kuat memunculkan kebutuhan yang penting dan sangat spesifik yang biasa disebut dengan keinginan.
Keinginan adalah bentuk asal dari kebutuhan manusia yang dibentuk oleh budaya dan pribadi seseorang. Contohnya adalah orang yang membutuhkan makan tetapi bukan makanan sehari-hari, melainkan yang lebih spesifik atau lebih khusus, yang biasanya disesuaikan dengan seleranya. Seperti keinginan untuk makan ayam goreng, bukan ayam bakar. Jadi, ada suatu hal yang diinginkan secara spesifik diluar kebutuhannya yang biasa.
Keinginan seseorang cenderung terus berubah dan tidak terbatas. Jumlah orang yang menginginkan pun semakin tinggi dan bertambah setiap harinya dengan didukung kemampuan membeli barang tersebut. Semakin tingginya permintaan seseorang untuk memenuhi keinginan yang tidak terbatas akan menimbulkan permintaan akan produk tertentu. Permintaan adalah keinginan akan produk-produk spesifik yang didukung oleh kemampuan untuk membayar. Banyak masyarakat menginginkan suatu barang tertentu, namun hanya sedikit dari mereka yang mampu dan mau untuk membelinya.
Pedagang Kaki Lima juga harus mengukur bukan saja berapa banyak orang yang menginginkan barang dagangan mereka melainkan berapa banyak orang yang akan benar-benar mau dan mampu membeli barang tersebut. Banyak orang yang memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka dengan produk. Produk adalah setiap tawaran yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan. Untuk mendapatkan sebuah produk seseorang harus melakukan pertukaran. Menurut Kotler (2002:14), pertukaran mencakup perolehan produk yang diinginkan dari seseorang dengan menawarkan sesuatu sebagai gantinya. Supaya menimbulkan potensi pertukaran, terdapat lima persyaratan yang harus dipenuhi diantaranya yaitu :
1.         Sekurang-kurangnya ada dua pihak.
2.         Masing-masing pihak memiliki sesuatu yang mungkin bernilai bagi pihak lain.
3.         Masing-masing pihak mampu berkomunikasi dan menyerahkan sesuatu.
4.         Masing-masing pihak bebas untuk menerima dan menolak penawaran.
5.         Masing-masing pihak harus yakin bahwa telah melakukan transaksi dengan pihak lain sesuai dengan yang diinginkannya.

Omzet Pendapatan
Untuk menjalankan suatu usaha diperlukan sejumlah modal (uang) dan tenaga (keahlian). Modal dalam bentuk uang diperlukan untuk membiayai segala keperluan usaha. Sementara itu, modal keahlian merupakan kemampuan seseorang untuk mengelola dan menjalankan suatu usaha (Kasmir, 2011:90).
Pada awalnya untuk usaha yang baru dijalankan, biasanya lebih menitikberatkan pada modal sendiri. Hal ini terjadi karena sulitnya memperoleh modal pinjaman, terutama dari bank. Bank biasanya jarang memberikan pinjaman untuk usaha baru, mengingat bank belum mengenal dan nasabah belum berpengalaman. Ada beberapa penyebab yang menjadi alasan ketidaksukaan perbankan melayani kebutuhan kredit masyarakat kecil, diantaranya karena :
a.       Tidak mempunyai barang-barang atau kekayaan yang dapat dijadikan jaminan pinjaman.
b.      Mereka tidak dapat mengisi formulir yang rumit karena sebagian dari mereka tidak dapat membaca dan menulis.
c.       Perbankan tidak suka melayani kebutuhan kredit yang kecil-kecil, yang banyak jumlahnya sehingga memerlukan banyak pekerjaan dan mengandung resiko yang tinggi.
d.      Perbankan takut bunga pinjaman yang diterima tidak dapat menutup biaya pelayanan pinjaman kecil yang banyak jumlahnya. (Thoha, 2000: 16).
Kedudukan modal menempati posisi penting dalam menentukan keberhasilan suatu usaha. Karena modal merupakan kekayaan yang akan dimasukkan dalam produksi guna memperoleh kekayaan selanjutnya. Dengan modal yang kuat, suatu usaha dapat menambah dan memperluas usahanya. Selama proses usaha berlangsung, maka selama itu pula modal akan terus diperlukan. Definisi arti pendapatan yaitu merupakan perolehan hasil yang diterima seseorang berupa uang atau material lainnya (berupa sewa, upah, gaji, bunga dan laba) sebagai akibat dari adanya pengorbanan atau jasa-jasa seseorang (Ahmad dan Kasim 2003:41).
Seseorang dapat bertindak dengan menggunakan tenaga, pikiran dan hartanya yang diorganisasikan dalam suatu usaha-usaha produktif. Karena pendapatan yang diperolehnya adalah dari penjualan sejumlah barang dan jasa yang dikelolanya. Pendapatan yang diperoleh seseorang dapat berupa pendapatan kotor dan pendapatan bersih atau laba. Pendapatan bersih atau laba merupakan selisih penjualan kotor dengan biaya-biaya yang dikeluarkan.
Omzet adalah jumlah uang pendapatan hasil penjualan barang dagangan, yang diperoleh selama masa jual waktu tertentu (harian, mingguan, bulanan, tahunan). Omzet bukan nilai keuntungan, juga bukan nilai kerugian. Omzet merupakan total besaran uang nilai transaksi yang diterima dalam kegiatan ekonomi yang terjadi dalam hitungan waktu tertentu yang belum dikurangi dengan biaya pengeluaran yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi tersebut. Omzet dapat dihitung dengan cara mengkalikan harga dengan jumlah barang yang telah terjual.
Definisi mengenai omzet penjualan, menurut A. Arifinal Chaniago (1995:14), ia memberikan pendapatnya tentang omzet penjualan adalah keseluruhan jumlah pendapatan yang didapat dari hasil penjulan suatu barang atau jasa dalam kurun waktu tertentu. Omzet penjualan yang besar sangat berpengaruh terhadap produksi yang dijalankan. Semakin besar omzet penjualan maka, akan semakin besar pendapatan yang akan diterima.
Menurut Sutamto (1997:10) mendefinisikan tentang pengertian penjualan, Penjualan adalah usaha yang dilakukan manusia untuk menyampaikan barang dan jasa kebutuhan yang telah dihasilkannya kepada mereka yang membutuhkan dengan imbalan uang menurut harga yang telah ditentukan sebelumnya. Penjualan adalah proses dimana si penjual memastikan mengaktifkan dan memuaskan keinginan pembeli agar dicapai mufakat dan manfaat baik bagi si penjual maupun si pembeli yang berkelanjutan dan saling menguntungkan kedua belah pihak.
Dari pendapat tersebut maka, penjualan merupakan kegiatan usaha yang dilakukan untuk menawarkan atau memasarkan barang maupun jasa yang telah dihasilkannya kepada pembeli yang membutuhkan dan berminat yang nantinya akan dibayar, jika telah terjadi kesepakatan mengenai harga barang atau jasa yang diinginkan tersebut.

1.      Faktor Internal
Faktor-faktor yang mempengaruhi omzet pendapatan Pedagang Kaki Lima terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari diri pedagang itu sendiri, untuk menilai kekuatan dan kelemahan yang ada. Faktor internal terdiri dari pengetahuan pedagang dalam menjual dan pelayanan pedagang terhadap pembeli. Berikut ini, peneliti akan membahas mengenai faktor-faktor internal tersebut yaitu :
a)      Faktor Pengetahuan Dalam Menjual
Adanya modal yang memadai, belum tentu menjamin keberhasilan suatu usaha. Karena dalam menjalankan usaha diperlukan ketrampilan serta sikap yang memadai sebagai bekal untuk menghadapi dan mengatasi berbagai permasalahan yang akan terjadi nanti. Aktifitas berdagang memerlukan faktor pengetahuan dalam diri pedagang itu sendiri, sebab aktifitas berdagang tentu akan sangat bergantung kepada pembeli. Terdapat dua unsur pokok pengetahuan dalam menjual, yaitu; Pertama tentang pengetahuan dirinya sendiri, dalam hal ini yaitu pedagang itu sendiri seperti pengenalan diri untuk memungkinkan memperbaiki kelemahan yang ada pada diri pedagang itu sendiri, serta memupuk kelebihan yang ada pada dirinya.
Pada umumnya setiap orang dalam kehidupan ini dapat mengetahui pengetahuan tentang dirinya sendiri melalui pendekatan kebiasaannya. Menurut prinsip kehidupan, dapat kita ketahui sifat-sifat tentang diri kita yaitu bahwa; orang pada umumnya senang dihargai dan senang dianggap penting, semakin anda menyukai seseorang dan semakin anda bisa memberi anggapan penting terhadapnya maka akan semakin tinggi pula kesukaan dan penghargaan terhadap diri anda, dan semakin tinggi penghargaan orang terhadap anda maka akan semakin tinggi pula kepercayaan anda terhadap diri anda sendiri.
Menjual bukanlah pekerjaan otot, akan tetapi menjual adalah pekerjaan otak yang membutuhkan seni. Rajin saja, untuk kemudian menghasilkan rasa capek dan bukanlah menghasilkan keuntungan, tak lebih daripada suatu pekerjaan yang sia-sia, yang merupakan pemborosan waktu, uang dan tenaga.
Tujuan penjualan adalah mencari untung, oleh sebab itu setiap jalur yang menuju kerugian harus dihindari. Kehebatan otak manusia sebaiknya patut disyukuri, arti mensyukuri disini dimaksudkan sebagai cara memanfaatkan otak. Cara memanfaatkan yang terbaik adalah dengan jalan memasukkan benih-benih kemajuan didalamnya, yaitu benih-benih yang bertujuan untuk menciptakan dan untuk berkarya.
Rangkaian yang positif hari demi hari, waktu demi waktu, kita dapat masukkan ke dalam otak. Sehingga di suatu saat akan muncul tiba-tiba dalam bentuk rangkaian informasi yang sudah berwujud menjadi suatu gagasan. Gagasan yang sudah menemukan bentuknya secara komplek adalah suatu modal besar yang tidak dapat dinilai dengan uang. Itulah yang disebut dengan tambang emas yang terdapat dalam diri setiap manusia. Rahasia dari keberhasilan ditentukan oleh kemampuan untuk menampilkan benih penggerak (motif) ke dalam pikiran orang lain. Segala unsur benih yang sudah ditemukan harus mengandung unsur hidup, artinya harus mengena secara tepat menyentuh perasaan, naluri dan akal sehat dari orang lain.
Berdagang akan terasa membosankan bagi orang yang tidak memiliki kegembiraan, semangat dan tekad. Apabila seorang penjual sudah mulai lesu dan tidak bersemangat, maka lebih baik untuk segera tidak melakukan penjualan lagi. Kunci utama menjalankan suatu usaha yaitu dengan membuat usaha tersebut menjadi kesenangan. Itulah perlunya untuk seseorang sebelum terjun ke dalam sebuah usaha, sebaiknya memilih pekerjaan yang disenangi. Hal ini dikarenakan orang-orang yang bekerja karena terpaksa, tidak akan pernah mencapai keberhasilan dalam bidang pekerjaan. Sebab, ia akan merasa waktu berlalu begitu lambatnya.
Sebaliknya orang-orang yang menemukan pekerjaan dalam kesenangan, baginya waktu akan berlalu dengan cepat. Ia cenderung untuk asyik dan tidak mau diganggu sebelum pekerjaannya selesai. Terlebih lagi ia akan lupa tentang berbagai kesulitan yang ada. Dan juga perasaan lelah tidak pernah ada. Orang-orang yang bekerja dalam kesenangan tidak mengenal istilah bosan, karena pekerjaan merupakan kebanggaan tersendiri baginya.
 Kedua yaitu pengetahuan mengenai apa yang dijual, apakah ide, jasa atau barang. Semuanya harus diteliti secermatnya sehingga dapat meyakinkan diri pedagang sendiri terlebih dahulu untuk kemudian dapat meyakinkan diri pembeli. Apabila pedagang tidak memahami dengan baik apa yang dijual, maka ia tidak dapat mengetahui dimana letak kelebihan dan kekurangan barang dagangannya. Hal ini dimaksudkan supaya pedagang tidak mengecewakan pihak pembeli setelah terjadi jual beli. Sebab, asas menjual adalah asas manfaat. Apapun barang dagangan yang dijual, apakah itu dalam bentuk barang maupun jasa, pada prinsipnya barang yang dijual adalah manfaatnya. Oleh sebab itu, semakin banyak manfaat yang dapat dihasilkan oleh suatu barang maupun jasa yang dijual, maka akan semakin mudah pula pedagang untuk menjualnya.
Tugas dari pedagang adalah menjelaskan manfaat barang yang ia tawarkan kepada pembeli. Banyak pedagang yang mengabaikan tentang manfaat barang yang ia jual. Jika calon pembeli sudah mulai memberi perhatian, dan kemudian calon pembeli tersebut mampertanyakan hal-hal yang lebih teknis, pedagang tidak dapat menjelaskannya, sebab pedagang tidak mau mengetahui manfaat dari barang dagangan yang ia jual.
Sebelum pedagang mengambil keputusan terhadap pilihan barang dagangan yang akan dijual kepada pembeli, maka pedagang perlu mempersiapkan tujuan penjualan yang harus benar-benar matang. Persiapan berdagang adalah pengenalan terhadap produk yang ingin dijual. Pilihan hanya pada barang yang memiliki keunggulan atau barang yang memiliki kekhususan yang tidak dimiliki oleh produk lainnya. Kemudian kenalilah produk itu dengan betul dan cermat. Semakin banyak manfaat yang terkandung di dalamnya, maka akan semakin mudah bagi pedagang untuk menjualnya.
Persiapan pedagang dalam melakukan penjualan secara operasional di lapangan, maka diperlukan faktor kesiapan mengenai pengetahuan terhadap produk yang dijual. Dengan demikian, pedagang akan lancar berbicara dan kelancaran berbicara itu akan benar-benar terarah serta dapat dipertanggungjawabkan secara logika. Karena itu, tidak saja hanya keistimewaan barang yang harus diketahui oleh pedagang, namun pedagang juga perlu mengetahui mengenai kelemahan barang yang dijual. Sehingga tidak menimbulkan kekecewaan kepada pembeli dikemudian harinya. Untuk menghindari diri pedagang dari keraguan, maka barang yang akan dijual haruslah dipilih dari antara barang yang memiliki keistimewaan yang khas. Hal ini diperlukan, karena apabila si pedagnag sudah ragu maka si pembeli pun akan lebih ragu lagi.
Disamping hal-hal tersebut, maka kecocokan produk dengan kebutuhan pembeli harus juga diketahui oleh pedagang. Kecocokan itu bisa dilihat dari manfaat, dilihat dari harga, dilihat dari tempat dan juga dilihat dari mutu dan jumlah. Sebagai contoh, tidak mungkin pedagang akan menawarkan sebuah mobil kepada pembeli yang tinggal di gunung dimana tidak terdapat sarana jalan. Atau pedagang mencoba menawarkan suatu barang yang secara prinsipal tidak disenangi oleh pembeli tersebut, karena hal tersebut adalah sia-sia saja.
Dari faktor harga, sebaiknya pedagang menilai suatu barang yang akan dijual sebanding dengan manfaat produk yang ditampilkan. Disarankan agar para pedagang mengutamakan perputaran uang dengan cara menjual dengan untung yang tipis tetapi memiliki omzet besar. Menjual barang dagangan yang ingin ditawarkan kepada pembeli merupakan suatu perpaduan antara penampilan sikap dan kepribadian pedagang dengan keserasian manfaat barang yang dijual, yang ditujukan kepada keselarasan kebutuhan bagi calon pembeli.
Berdasarkan daya tahan atau berwujud tidaknya suatu produk, dapat diklasifikasi kedalam kelompok barang yang dapat ditawarkan oleh pedagang kaki lima yaitu barang tahan lama (durable goods) dan barang tidak tahan lama (inondurable goods). Barang tahan lama, merupakan barang berwujud yang biasanya bisa bertahan lama dengan banyak pemakaian. Jenis barang ini menuntut lebih banyak cara penjualan perorangan, keuntungan yang lebih besar dan jaminan penjual yang lebih pasti. Contohnya adalah pakaian, barang-barang elektronik, dan lainnya. Sedangkan barang tidak tahan lama, merupakan barang berwujud yang biasanya dikonsumsikan satu atau beberapa kali. Barang jenis ini dikonsumsikan dengan cepat dan sering dibeli, maka strategi yang dapat digunakan adalah dengan cara menarik keuntungan per-unit yang tidak terlalu besar dan merangsang pembeli untuk mencoba barang tersebut. Contohnya makanan, minuman ringan dan sebagainya.
 Barang dagangan yang ditawarkan biasanya merupakan barang yang banyak dicari oleh konsumen, karena sekarang ini konsumen membeli barang dengan jumlah yang tidak terhitung lagi. Salah satu cara untuk mengelompokkan barang adalah berdasarkan kebiasaan konsumen dalam membeli. Menurut Kotler (2002:451) barang konsumen adalah barang yang dikonsumsi untuk kepentingan konsumen akhir sendiri (individu dan rumah tangga), bukan untuk tujuan bisnis. Pada umumnya barang konsumen dibedakan menjadi empat jenis yaitu :
a.   Convenience goods
Merupakan barang kebutuhan sehari-hari yang pada umumnya memiliki frekuensi pembelian yang tinggi (sering dibeli oleh konsumen), dibutuhkan dalam waktu segera, dan hanya memerlukan usaha minimum (sangat kecil) dalam perbandingan dan pembeliannya. Barang ini merupakan barang yang pada umumnya dibeli lebih sering dan memerlukan usaha yang sangat kecil dalam pembeliannya. Contohnya antara lain adalah produk makanan, minuman, dan lain sebagainya.
b.   Shopping goods
Merupakan barang belanjaan, artinya barang yang dibeli oleh konsumen dengan cara membanding-bandingkan berdasarkan kesesuaian, mutu, harga, dan modelnya. Adapun dalam proses pemilihan dan pembeliannya dibandingkan oleh konsumen diantara berbagai alternatif yang tersedia.  Contohnya adalah pakaian, alat-alat rumah tangga dan lain sebagainya. Barang jenis ini dapat dipisahkan menjadi barang homogen dan heterogen. Pembeli menganggap barang homogen mirip dalam hal mutu namun cukup berbeda dalam harga, sehingga seorang pedagang harus menjelaskan mengenai harga untuk merebut pembeli.
c.    Speciality goods
Merupakan barang khusus, dimana konsumen harus bersedia mengeluarkan biaya lebih keras dalam proses membeli. Barang-barang ini memiliki karakteristik dan atau identifikasi merk yang unik dimana sekelompok konsumen bersedia melakukan usaha khusus untuk membelinya. Contohnya produk kamera terbaru, serta barang-barang mewah dengan merek dan model yang khas.
d.   Unsought goods
Merupakan barang-barang yang tidak diketahui konsumen dan kalaupun sudah diketahui, tetapi pada umumnya belum terpikirkan untuk membelinya. Contohnya asuransi jiwa dan batu nisan.
Keberadaan Pedagang Kaki Lima sangat membantu konsumen dalam mendapatkan barang tertentu, karena keberadaanya sangat mudah ditemui. Sebagian besar barang-barang yang dijual oleh Pedagang Kaki Lima adalah barang-barang convience goods, artinya barang yang dibeli dengan cara emosional (senang), dan mudah untuk mendapatkannya. Konsumen biasanya begitu melihat barang yang ditawarkan oleh Pedagang Kaki Lima, langsung timbul keinginan untuk membelinya.

b.      Faktor Pelayanan
Hampir semua pembeli menginginkan semua pedagang dapat memberikan pelayanan yang baik, nyaman dan menyenangkan. Sehingga akan menimbulkan perasaan puas dalam diri keduanya. Pelayanan terhadap pembeli diperlukan oleh berbagai macam bidang usaha bisnis, tidak terkecuali diperlukan juga oleh Pedagang Kaki Lima. Pelayanan terhadap pembeli diantaranya adalah cara pedagang untuk menanggapi permintaan pembeli dan sikap pedagang terhadap pembeli.
Kemampuan pelayanan yang baik dari pedagang akan mampu membuat suasana berjualan menjadi lebih menyenangkan. Hal ini karena pembeli merasa nyaman dengan pelayanan yang diberikan oleh pedagang terhadap dirinya. Pelayanan yang diberikan oleh pedagang dapat berupa komunikasi yang baik antara pedagang dan pembeli.
Pedagang sebaiknya menyapa pembeli dengan keramahan. Pedagang harus berbicara dengan nada suara yang enak untuk didengar. Janganlah berbicara dalam mulut, akan tetapi gunakan bahasa yang baik dengan diselingi dengan humor yang tidak dibuat-buat, sehingga tidak menimbulkan suasana kaku dengan pembeli.
Pedagang akan lebih dihormati apabila selalu berusaha untuk dapat mengingat nama dan rupa pembeli. Bicaralah dengan ketenangan yang sungguh-sungguh. Jangan meninggikan suara anda, dan tatap muka pembeli apabila sedang berbicara dengannya. Perhatikan dengan sungguh-sungguh apa yang dikatakan oleh pembeli, mengapa pembeli berkata demikian. Jangan pernah pedagang mencampuri urusan pembeli, apabila pembeli tidak meminta pedagang menanggapi pembicaraan.
Ucapkanlah terima kasih dengan kata-kata yang keluar dari mulut, dan jangan mengucapkan terima kasih hanya di dalam batin saja. Sebab, orang lain tidak dapat mendengar perkataan batin anda. Dan janganlah mengucapkan terima kasih untuk sekedar basa basi saja. Namun,  ucapkanlah setiap ucapan terima kasih karena dapat mencerminkan bahwa pedagang tersebut melayani pembeli dengan baik.
Apabila pembeli tidak jadi membeli barang dagangan yang ditawarkan oleh pedagang, janganlah pedagang cepat marah atau menghina pembeli. Sebaiknya pedagang bersabar dan tersenyum dengan begitu raut muka pedagang menjadi lebih bercahaya dan memancarkan kepribadian yang dapat menyinari semangat kegembiraan untuk melayani pembeli berikutnya.
Cara untuk menanggapi permintaan pembeli, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh Pedagang Kaki Lima, yaitu dengan cara menentukan tujuan komunikasi terlebih dahulu. Apabila khalayak sasaran dan ciri-ciri pembeli sudah diketahui, komunikasi pemasaran harus menentukan tanggapan apa yang dikehendaki oleh pembeli.
Adapun cara untuk menanggapi permintaan pembeli adalah dengan mencoba model Hirarki Effek. Tujuannya agar Pedagang dapat mengetahui tingkat kesiapan pembeli. Model Hirarki Effek adalah cara untuk mengetahui tingkat kesiapan pembeli, yang meliputi enam tingkatan yaitu; menanamkan kesadaran kepada pembeli, memahami pembeli, menciptakan hubungan komunikasi terhadap pembeli, membangun preferensi pembeli, memastikan keyakinan untuk membeli dan mendorong pembelian (Kotler, 1988:250).
Tingkat pertama yaitu menanamkan kesadaran kepada pembeli. Yang dimaksud dengan tingkat menanamkan kesadaran kepada pembeli yaitu apabila sebagian besar pembeli sasaran tidak menyadari adanya suatu obyek. Dari sinilah tugas pedagang untuk menanamkan kesadaran itu, contohnya seperti cara untuk pengenalan nama barang dagangan yang ditawarkan kepada pembeli.
Tingkat kedua adalah tingkat memahami pembeli. Dimana pembeli telah mengetahui mengenai barang dagangan tersebut, namun pembeli tidak mengetahui banyak tentang seluk beluk barang dagangan tersebut. Tugas pedagang adalah menjelaskan kepada pembeli mengenai seluk beluk manfaat dari dagangan yang mereka jual.
Tingkat ketiga adalah menciptakan hubungan komunikasi terhadap pembeli. Pedagang harus menciptakan hubungan yang baik kepada pembeli, karena untuk menjaga kepercayaan, dan hubungan masyarakat yang baik dengan menggunakan kata-kata yang baik pula.
 Tingkat keempat adalah membangun preferensi pembeli, dimana dalam tingkat ini pedagang perlu membangun preferensi pembeli dengan cara menyanjung kualitas barang yang ditawarkan, nilai barang dagangannya, dan ciri-ciri lainnya. Tujuannya adalah supaya pembeli dapat memilih barang dagangan yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
 Tingkat kelima adalah memastikan keyakinan untuk membeli. Pembeli tidak begitu saja langsung mengambil keputusan untuk membeli, untuk itulah pedagang hendaknya menumbuhkan keyakinan kepada pembeli bahwa barang dagangan yang ditawarkan mempunyai kualitas yang baik, walaupun kualitasnya tidak sama dengan kualitas barang yang dijual ditoko-toko.  Dengan adanya keyakinan tersebut, pembeli akan merasa barang tersebut tepat untuknya.
Selanjutnya pada tingkat terakhir yaitu tingkat untuk mendorong pembelian. Beberapa pembeli mungkin mempunyai keyakinan, akan tetapi tidak begitu tergerak untuk membeli. Adapun salah satu cara untuk mendorong pembelian adalah dengan cara menawarkan barang dagangan tersebut dengan harga lebih rendah dan adanya kesempatan untuk mencoba dahulu barang dagangan tersebut, sebagai contohnya adalah barang dagangan dalam bentuk makanan maupun minuman.
Selain itu, pelayanan yang harus diberikan oleh pedagang kepada konsumen adalah mengenai sikap yang harus ada dalam diri Pedagang Kaki Lima diantaranya adalah jujur dalam bertindak dan bersikap, rajin dan tidak pemalas, selalu murah senyum, ramah tamah, sopan santun dan hormat, selalu ceria dan pandai bergaul, flexibel, serius serta memiliki rasa tanggung jawab (Kasmir 2011:28).
a.    Jujur dalam bertindak dan bersikap
Sikap jujur merupakan modal utama yang harus dimiliki setiap pedagang. Dalam melayani pembeli, pedagang harus mengutamakan kejujuran dalam hal perkataan, berbicara, bersikap maupun bertindak. Kejujuran akan menumbuhkan kepercayaan pembeli atas pelayanan yang diberikan oleh pedagang.
b.   Rajin dan tidak pemalas
Pedagang dituntut untuk cekatan dalam bekerja khususnya dalam melayani kebutuhan pembeli. Apabila ada pembeli yang menginginkan suatu barang tertentu, sebaiknya pedagang tidak malas untuk menjelaskan mengenai seluk beluk barang tersebut, kelebihan dan kegunaan barang tersebut.
c.    Selalu murah senyum
Dalam menghadapi pembeli, seorang pedagang harus selalu murah senyum. Jangan sekali-kali bersikap murung atau cemberut, dengan senyum pedagang mampu meluluhkan hati pembeli untuk menyukai barang dagangan yang ditawarkan. Pembeli biasanya akan tersanjung dengan senyuman yang ditunjukkan oleh pedagang.
d.   Ramah tamah
Dalam bersikap dan berbicara pada saat melayani pembeli, sebaiknya dilakukan dengan suara yang lemah lembut dan sikap ramah tamah. Sikap seperti ini, dapat menarik pembeli dan membuat pembeli betah karena merasa nyaman dengan sikap pedagang.
e.    Sopan santun dan hormat
Dalam memberikan pelayanan kepada pembeli, sebaiknya pedagang selalu bersikap sopan dan hormat. Dengan demikian, pembeli akan menghormati pelayanan yang diberikan oleh pedagang tersebut.
f.    Selalu ceria dan pandai bergaul
Sikap selalu ceria yang ditunjukkan oleh pedagang dapat memecahkan kekakuan yang ada. Sementara itu, sikap pandai bergaul juga akan menyebabkan pembeli merasa cepat akrab dan juga merasa seperti teman lama, sehingga segala sesuatu akan berjalan lancar.

g.    Flexibel
Dalam menghadapi pembeli, pedagang harus memberikan pengertian, artinya dengan bersikap flexibel segala sesuatu dapat diselesaikan dan selalu ada jalan keluarnya. Apapun masalahnya, percayalah bahwa tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan.
h.   Serius serta memiliki rasa tanggung jawab
Dalam melayani pembeli, pedagang harus serius dan sungguh-sungguh. Pedagang harus sabar dalam menghadapi pembeli yang sulit berkomunikasi atau pembeli yang suka semaunya. Selain serius, pedagang juga harus mampu bertanggung jawab terhadap dagangannya, sampai pembeli merasa puas dengan pelayanan yang diberikan.
Dalam pelayanan terhadap pembeli sikap pedagang adalah berusaha menjawab setiap apa yang ditanyakan oleh pembeli tersebut. Pedagang seharusnya menjelaskan secara detail mengenai seluk-beluk barang dagangan yang akan ditawarkan.
 Disamping itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai keinginan atau selera pembeli, yaitu pedagang perlu mengetahui hal-hal berikut dalam melakukan penjualan barang dagangannya, seperti penjual tidak memaksa untuk membeli produk yang ditawarkan kepada calon pembeli, pedagang jangan berpikir bahwa pembeli yang telah membeli barang dagangan anda akan selalu membeli barang dagangan anda tersebut.
 Pembeli bukanlah orang yang harus mengingat nama pedagang, justru pedaganglah yang harus mengingat nama masing-masing pembeli. Kebutuhan dan keinginan pembeli harus diperhatikan oleh pedagang. Disamping itu, pedagang perlu menciptakan suasana yang nyaman agar calon pembeli merasa senang untuk membeli.
2.      Faktor Eksternal
Faktor-faktor yang mempengaruhi omzet pendapatan Pedagang Kaki Lima terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar. Faktor eksternal terdiri dari faktor lokasi, dan faktor Customer Behaviour. Berikut ini, peneliti akan membahas mengenai faktor-faktor eksternal tersebut yaitu :
a)      Faktor Lokasi
Keberadaan Pedagang Kaki Lima di perkotaan bukanlah kelompok masyarakat yang gagal masuk ke dalam sistem ekonomi perkotaan. Namun, keadaan ini menunjukkan bahwa keberadaan Pedagang Kaki Lima merupakan transformasi dari masyarakat pedesaan yang berbasis pertanian ke masyarakat perkotaan yang berbasis perdagangan, industri dan jasa.
Kondisi inilah yang membuat Pedagang Kaki Lima tidak terpisahkan dari kegiatan ekonomi kerakyatan. Kenyataan yang terjadi pada perekonomian yang berkembang didaerah perkotaan, memperlihatkan bahwa keadaan lapisan pendapatan penduduk paling rendah yang tinggal di perkotaan terasa jauh lebih baik daripada keadaan lapisan penduduk berpendapatan rendah yang tinggal di pedesaan.
Kenyataan tersebut tidak mengejutkan bila mengingat urbanisasi merupakan arus perpindahan tenaga kerja yang berasal dari pedesaan ke daerah perkotaan. Motif utama para kelompok pendatang adalah karena adanya alasan ekonomi yang kuat. Motif tersebut didasari atas adanya perbedaan tingkat perkembangan ekonomi antara daerah pedesaan dan perkotaan. Didaerah perkotaan terdapat kesempatan ekonomi yang lebih besar dibandingkan dengan daerah pedesaan. Pedagang Kaki Lima lebih sering memilih berlokasi disekitar kawasan-kawasan fungsional perkotaan. Dengan tujuan untuk memperoleh omzet pendapatan yang tinggi.
Pedagang Kaki Lima sering menawarkan barang dagangan mereka ditempat-tempat umum. Sebagaimana kita ketahui, banyak Pedagang Kaki Lima yang menjalankan aktifitasnya ditempat-tempat yang seharusnya menjadi Public Space. Adapun yang dimaksud dengan public space atau yang biasa disebut dengan tempat umum adalah tempat dimana masyarakat biasa bersantai, berkomunikasi, dan menikmati pemandangan kota. Tempat umum tersebut bisa berupa taman, trotoar, halte bus, dan lain sebagainya.
Pemilihan tempat tersebut dipilih karena Pedagang Kaki Lima selalu berusaha supaya barang dagangannya cepat habis terjual. Untuk itu jenis ruang usaha yang digunakan biasanya adalah pusat-pusat daerah yang padat penduduknya, maupun derah-daerah pertemuan jalur lalu lintas yang padat.
 Adapun sarana berjualan yang banyak digunakan oleh Pedagang Kaki Lima yaitu berupa kios, tenda, maupun berjualan secara lesehan dengan cara menggelar barang dagangan yang akan ditawarkan kepada pembeli. Sarana berjualan berupa kios-kios yang digunakan oleh Pedagang Kaki Lima merupakan tempat usaha yang memiliki atap dan berdinding semi permanen. Dinding kios biasanya terbuat dari papan kayu atau triplek.
Pemilihan tempat yang baik, dapat diibaratkan seperti, menabur benih. Setiap benih yang bagaimanapun baiknya, tidak akan tumbuh apabila ditaburkan di atas batu, atau di tengah-tengah alang-alang maupun di atas tanah yang gersang. Akan tetapi, setiap benih yang baik, apabila ditanam ditempat yang subur, maka benih tersebut akan tumbuh dengan baik untuk kemudian berkembang dengan baik pula. Seperti itulah penentuan lokasi yang tepat bagi pedagang.
   Menurut Rachbini dan Hamid (2006:45), mengatakan bahwa keputusan-keputusan penentuan lokasi yang dapat memaksimumkan penerimaan pendapatan suatu usaha. Keputusan penentuan lokasi biasanya diambil apabila memenuhi kriteria-kriteria pokok sebagai berikut :
1)      Tempat yang memberi kemungkinan pertumbuhan jangka panjang yang menghasilkan keuntungan yang layak.
2)      Tempat yang luas lingkupnya untuk kemungkian perluasan unit produksi.

b)         Faktor Customer Behaviour
Customer Behaviour tidak terlepas dari kepribadian yang dimiliki oleh setiap manusia dengan karakteristik yang unik dan berbeda satu sama lain. Memahami kepribadian dalam diri konsumen sangat penting bagi pedagang. Hal ini karena kepribadian dapat terkait dengan perilaku konsumen. Perbedaan dalam kepribadian konsumen akan mempengaruhi perilakunya dalam memilih atau membeli produk, karena konsumen akan membeli barang yang sesuai dengan kepribadiannya.
Dalam memahami kepribadian, sebaiknya diawali dengan memahami terlebih dahulu mengenai konsep gaya hidup. Gaya hidup adalah konsep yang lebih baru dan lebih mudah terukur dibandingkan dengan kepribadian. Gaya hidup didefinisikan sebagai pola dimana orang hidup dan menggunakan uang dan waktunya. Gaya hidup lebih menggambarkan perilaku seseorang, yaitu bagaimana seseorang hidup dengan menggunakan uangnya dan memanfaatkan waktu yang dimilikinya. Menurut Sotar Baduara dan Sabar (1992:32), terdapat beberapa tingkah laku pembeli, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1)      Pembeli Terhormat
Pembeli ini selalu menerima pedagang dengan ramah. Ia tidak takut berbicara berterus terang untuk menolak penawaran. Pembeli ini, tidak mengusir dengan kata-kata kasar, tetapi menggunakan kata-kata yang tersusun sopan dengan mencari alasan yang teguh untuk menolak tawaran dari pedagang, sehingga tidak menimbulkan perasaan kecewa. Sikap pedagang dalam menghadapi pembeli seperti ini adalah dengan berusaha bersikap hormat dan lebih baik.
2)      Pembeli yang baik budi
Pembeli yang baik budi harus dilayani dengan hati-hati. Pembeli ini biasanya berhati tulus dan tidak mencurigai orang lain, pembeli ini tidak pernah memikirkan kejahatan. Sikap pedagang dalam menghadapi pembeli seperti ini adalah dengan cara berusaha tidak menyia-nyiakan kepercayaannya.
3)   Pembeli Cepat
Pembeli ini dapat dikelompokkan sebagai pembeli yang jujur dan mudah dilayani. Pembeli ini tidak mau membuang waktu lama-lama untuk berpikir, pembeli ini akan menjawab pilihan jawaban ya atau tidak. Apabila pembeli berkata ya, sikap pedagang adalah dengan cepat-cepat mencatat pesanannya, karena pembeli ini menghendaki cara kerja yang cepat.
4)   Pembeli Bersemangat
Pembeli ini adalah orang yang mudah percaya, akan tetapi ingatlah bahwa pembeli tipe ini adalah orang yang paling susah. Hal ini dikarenakan apabila ia telah mempercayai, maka akan semudah itu pula akan hilang semangatnya. Pembeli ini adalah pembeli yang berpura-pura akan membeli dan untuk kemudian tidak akan pernah muncul lagi. Sikap pedagang sebaiknya adalah cepat menutup penjualan dengannya. Janganlah berbicara terlalu lama, sehingga mengakibatkan pembeli berubah pikirannya.
5)   Pembeli Tipe Pemarah
Pembeli tipe ini adalah pembeli yang sering marah-marah tanpa sebab yang tidak diketahui. Pembeli ini sering meluapkan kejengkelan kepada pedagang akibat pengaruh kejenuhan di tempat lain. Pembeli ini, akan berbicara berterus terang dan menceritakan kejengkelan yang ia alami.
Pembeli ini biasanya jujur dan terbuka apa adanya. Sikap pedagang sebaiknya bersabar, dengan cara memberikan waktu dan dahulukan pembeli tersebut berbicara lebih banyak. Kemudian berilah alasan yang bisa membuat pembeli tersebut mengerti.
6)   Pembeli Tipe Penunggu
Pembeli ini seolah-olah terlihat tidak peduli, tidak pemarah dan tidak kelihatan tertarik. Pembeli ini seolah-olah membiarkan pedagang berbicara sendiri. Pembeli ini memperhatikan pedagang mulai dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Sikap pedagang adalah harus bisa menarik perhatian pembeli. Pedagang harus dapat meyakinkan pembeli mengenai barang dagangan yang ditawarkan.
7)   Pembeli Aneh
Pembeli ini termasuk pembeli yang susah dilayani, karena sikapnya yang angkuh dan seolah-olah bersikap bermusuhan. Terkadang memberikan celaan-celaan. Sikap pedagang sebaiknya adalah bersikap sabar, dan memberi penjelasan secara halus dan sopan mengenai barang dagangan yang ditawarkan kepada pembeli tersebut.
8)   Pembeli Terpelajar
Pembeli ini tidak dipengaruhi dengan perasaan kira-kira, karena pembeli ini mengetahui betul secara logis. Pembeli ini akan mencela sebagaimana ia harus mencela. Pembeli ini tidak akan tertarik dengan hal-hal yang cenderung dilebih-lebihkan. Biasanya pembeli ini akan menggunakan banyak teori yang didasarkan oleh pikiran yang sehat dan otak yang terang.
Menurut (Winardi, 2002:32) terdapat keterkaitan antara prilaku manusia sebagai konsumen dengan Teori Hirarki Kebutuhan yang diungkapkan oleh Abraham Maslow mengenai motivasi, karena sifatnya yang relatif sederhana dan praktis. Adapun keterkaitan yang dimaksud adalah (a) Manusia merupakan makhluk yang serba berkeinginan; Artinya manusia senantiasa menginginkan sesuatu lebih banyak. Jika suatu kebutuhan telah terpenuhi, maka akan timbul keinginan yang baru. Proses ini tidak akan berhenti sebelum manusia meninggal dunia. (b) Sebuah kebutuhan yang terpenuhi bukanlah sebuah motivasi prilaku; artinya hanya kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dapat memotivasi individu untuk melakukan suatu prilaku atau tindakan tertentu. Dan (c) Kebutuhan manusia tersusun secara berjenjang, artinya Kebutuhan manusia dimulai dari kebutuhan yang paling mendasar yaitu kebutuhan psikologis (makan, minum, pakaian), kebutuhan akan rasa aman (perlindungan secara fisik maupun psikologis), kebutuhan sosial (diterima dalam suatu kelompok tertentu), kebutuhan akan penghargaan (prestasi dan kepercayaan diri) dan kebutuhan akan aktualisasi diri (pengembangan bakat kreatifitas yang dimiliki).

METODOLOGI
Jenis Pengumpulan Sumber Data
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian kualitatif. Alasan penggunaan metode ini dikarenakan metode kualitatif memiliki wawasan yang luas dan mendalam tentang bidang pendidikan yang akan diteliti dan dapat menciptakan rapport. Sedangkan penulisan ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Tujuan dari penelitian dengan metode deskriptif adalah untuk menggambarkan sasaran serta mengefisiensikan secara sistematis, aktual maupun akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Untuk pengumpulan data yaitu melalui data primer dengan metode survei. Metode survei adalah metode yang dipergunakan dalam penelitian, dimana peneliti mengajukan pertanyaan (angket) untuk kemudian dianalisis. Jadi dalam hal ini, peneliti menggunakan alat pengumpul data (Instrumen)-nya adalah daftar pertanyaan dalam angket.
Pengambilan sampel untuk penelitian deskriptif, jika populasinya diatas 1000, sampel sekitar 10% sudah cukup. Tetapi jika ukuran populasinya sekitar 100, sampelnya paling sedikit 30%. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil 30 Pedagang dan 50 Konsumen yang diambil secara acak sebagai sampel.


Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan berlokasi di Jalan Karya Bakti Cibubur Jakarta Timur, pada semester genap tahun akademik 2011/2012, selama 4 bulan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2012

Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah metode deskriptif-kualitatif. Tujuan dari metode ini adalah untuk menyederhanakan data sehingga dapat dimengerti. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa tahapan teknik analisis data, sebagai berikut: Tahapan pengamatan awal, peneliti mengawali penelitian melalui pengamatan secara nyata sesuai dengan keadaan yang sebenarnya mengenai pedagang kaki lima dan konsumen. Tahapan kedua dengan pengumpulan data Peneliti melakukan pengumpulan data melalui data primer menggunakan angket kepada 30 Pedagang Kaki Lima dan 50 konsumen yang dipilih secara acak, selanjutnya peneliti akan melakukan analisis terhadap data tersebut. Ketiga tahapan analisis data, meliputi kegiatan mengelompokkan data, mengolah data berdasarkan jawaban informan, dan menyajikan data tiap indikator yang diteliti. Sehingga diperoleh suatu kesimpulan untuk menjawab tujuan penelitian. Keempat tahapan kesimpulan dan saran, merupakan tahapan akhir, peneliti menarik kesimpulan hasil dari pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan. Peneliti juga memberikan saran terhadap hasil dari penelitian ini.

PEMBAHASAN

Gambaran Umum Daerah Penelitian
Kota Jakarta mempunyai peran penting sebagai Ibukota negara, pusat pemerintahan dan pusat perdagangan. Selain itu, peran penting lainnya dari kota Jakarta adalah sebagai pusat daerah konsentrasi penduduk dengan berbagai latar belakang ekonomi, sosial dan budaya yang berbeda-beda. Jakarta merupakan sebuah kota yang menjanjikan kehidupan nyaman dan sejahtera untuk semua. Banyak orang tertarik datang ke kota ini, mereka datang untuk bekerja mencari nafkah, dengan harapan dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik. Hal inilah yang menjadi magnet daya tarik kota Jakarta.
Selain itu, kehidupan masyarakat yang tinggal di Jakarta cukuplah rumit. Setiap hari, orang-orang sibuk dengan rutinitasnya masing-masing demi mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Biaya hidup yang serba tinggi, telah memaksa mereka untuk selalu giat bekerja mencari rezeki. Perkembangan Kota Jakarta menjadikannya berbeda dari Kota manapun di Indonesia. Kota Jakarta menciptakan “Super Kultur Metropolitan”, kota ini dibangun berbagai monumen yang mengagumkan, gedung-gedung tinggi yang bergengsi dan taman-taman hiburan yang mahal. Berbagai jalan pun dibangun dengan megah, tinggi, lebar dengan tujuan untuk mengatasi kemacetan yang luar biasa dijalan-jalan Ibu Kota Jakarta.
Kota Jakarta secara sosial maupun spasial, kawasannya terbagi secara jelas, dengan kepadatan penduduk yang luar biasa dari berbagai kegiatan. Disini, sektor informal baru mulai bergerak pada abad kesembilan-belas dan terus bergerak pada sekitar abad kedua-puluh. Wilayah DKI Jakarta terbagi atas lima wilayah yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan. Dari sekian banyak wilayah yang berada di Kota Jakarta ini, peneliti tertarik pada salah satu wilayah utama yaitu Wilayah Jakarta Timur, khususnya Daerah Cibubur.
Lokasi Pedagang Kaki Lima yang berjualan disepanjang Jalan Karya Bakti Cibubur, cukup dekat dengan berbagai kawasan fungsional pusat keramaian. Salah satunya sarana rekreasi keluarga Taman Bunga Wiladatika, Bumi Perkemahan Jambore Cibubur, Panti Asuhan dan Panti Tresna Wedha Desa Taruna, Sarana Rehabilitasi Atlet, Perumahan, Gedung Olahraga Cibubur, serta pusat perbelanjaan Cibubur Junction.

Pengolahan dan Analisa Data Hasil Penelitian Untuk Pedagang Kaki Lima
Untuk kepentingan analisis data secara kualitatif, maka dibuat data perhitungan jawaban per item. Data yang telah dikumpulkan digunakan untuk menganalisa terhadap teori yang dijadikan dasar pengukuran dengan menggunakan deskriptif kumulatif, yaitu melakukan penyebaran angket terstruktur yang jawabannya sudah ditentukan.
Hasil analisa data terhadap Analisis Deskriptif Faktor-faktor yang Mempengaruhi Omzet Pendapatan Pedagang Kaki Lima diWilayah Cibubur Jakarta Timur (Studi Kasus: Jalan Karya Bakti). Faktor-faktor yang mempengaruhi omzet pendapatan Pedagang Kaki Lima terdiri dari faktor internal yaitu faktor pengetahuan dalam menjual dan pelayanan, angket disebar kepada 30 Pedagang. Peneliti menggunakan cara perhitungan analisis data sebagai berikut:
1.                  Percent (%) didapatkan dari  x 100%
2.                  Cumulative Percent (%) didapatkan dari percent 1 + percent 2 = 100%         
           
Dari hasil penelitian diatas, dapat didefinisikan sebagai berikut, Untuk pertanyaan pertama yang diajukan kepada Pedagang, Apakah anda berjualan disini karena ramai?. Sebanyak 80% menjawab ya, sedangkan 20% menjawab tidak. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pedagang memanfaatkan peluang yang ada yaitu berjualan karena ramai.
Untuk pertanyaan kedua yang diajukan kepada pedagang, Apakah anda berjualan karena memanfaatkan peluang yang ada untuk memperoleh penghasilan?. Sebanyak 93% menjawab ya, sedangkan 7% menjawab tidak. Dapat disimpulkan pedagang berjualan karena memanfaatkan peluang yang ada.
Selanjutnya pertanyaan ketiga yang diajukan kepada pedagang, Apakah berjualan disini merupakan tempat yang strategis?. Sebanyak 70% menjawab ya dan 30% lainnya menjawab tidak. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pedagang menilai berjualan disini merupakan tempat yang strategis.
Selanjutnya pertanyaan ke-empat yang diajukan kepada pedagang, Apakah barang dagangan yang anda jual sebagian besar adalah milik sendiri?. Sebanyak 27% menjawab ya, sedangkan 73% menjawab tidak. Ini menunjukkan bahwa barang dagangan para pedagang sebagian besar bukan milik pedagang itu sendiri.
Kemudian pertanyaan ke-lima yang diajukan kepada pedagang, Apakah barang dagangan yang anda jual tersusun rapi?. Seluruh pedagang sebanyak 100% menjawab ya. Dapat disimpulkan bahwa barang dagangan yang dijual oleh para pedagang tersusun rapi.
Pertanyaan selanjutnya pertanyaan ke-enam yang diajukan kepada pedagang, Apakah anda memahami kelebihan dan kelemahan barang dagangan yang anda jual?. Seluruh pedagang sebanyak 100% menjawab ya. Dapat disimpulkan bahwa pedagang memahami kelebihan dan kelemahan barang yang mereka dijual.
Pertanyaan selanjutnya pertanyaan ketujuh yang diajukan kepada pedagang, Apakah barang dagangan yang anda jual dalam kondisi bersih?. Seluruh pedagang sebanyak 100% menjawab ya. Dapat disimpulkan bahwa pedagang menawarkan barang dagangan mereka dalam kondisi bersih.
Selanjutnya pertanyaan ke-delapan yang diajukan kepada pedagang, Apakah anda melayani pembeli dengan baik?. Seluruh pedagang sebanyak 100% menjawab ya. Dapat disimpulkan bahwa pedagang melayani pembeli dengan baik.
Selanjutnya pertanyaan ke-sembilan yang diajukan kepada pedagang, Apakah anda menyapa pembeli dengan ramah?. Sebanyak 93% menjawab ya, sedangkan 7% menjawab tidak. Dapat disimpulkan bahwa pedagang menyapa pembeli dengan ramah.
Selanjutnya pertanyaan ke-sepuluh yang diajukan kepada pedagang, Apakah anda menciptakan komunikasi yang baik dengan konsumen?. Seluruh pedagang sebanyak 100% menjawab ya. Dapat disimpulkan bahwa pedagang menciptakan komunikasi yang baik dengan konsumen.
Selanjutnya pertanyaan ke-sebelas yang diajukan kepada pedagang, Apakah anda memastikan keyakinan konsumen untuk membeli barang dagangan anda?. Sebanyak 47% menjawab ya, sedangkan 53% menjawab tidak. Dapat disimpulkan bahwa pedagang belum dapat memastikan konsumen untuk membeli barang dagangan mereka.
Selanjutnya pertanyaan ke-dua belas yang diajukan kepada pedagang, Apakah anda menawarkan harga yang terjangkau untuk konsumen?. Seluruh pedagang sebanyak 100% menjawab ya. Dapat disimpulkan bahwa pedagang menawarkan harga yang terjangkau kepada konsumen.
Selanjutnya pertanyaan ke-tiga belas yang diajukan kepada pedagang, Apakah anda menggunakan bahasa yang baik ketika melayani konsumen?. Seluruh pedagang sebanyak 100% menjawab ya. Dapat disimpulkan bahwa pedagang menggunakan bahasa yang baik ketika melayani konsumen.
Selanjutnya pertanyaan ke-empat belas yang diajukan kepada pedagang, Apakah anda menggunakan nada bicara yang enak didengar kepada konsumen?. Seluruh pedagang sebanyak 100% menjawab ya. Dapat disimpulkan bahwa pedagang menggunakan nada bicara yang baik kepada konsumen.
Pertanyaan terakhir pertanyaan ke-lima belas yang diajukan kepada pedagang, Apakah anda mengucapkan terima kasih diakhir pelayanan kepada konsumen?. Seluruh pedagang sebanyak 100% menjawab ya. Dapat disimpulkan bahwa pedagang mengucapkan terima kasih diakhir pelayanan kepada konsumen.
Dari analisis data diatas, angket yang disebar kepada 30 Pedagang Kaki Lima, yang telah dipilih secara acak sebagai sampel dalam penelitian ini, dapat diketahui bahwa terdapat faktor internal yang mempengaruhi omzet pendapatan Pedagang Kaki Lima yaitu faktor pengetahuan dalam menjual dan faktor pelayanan.








  Pengolahan Data Omzet 30 Pedagang
          No
Barang Dagangan
Omzet
Per-Hari
Omzet
Per-Bulan
(30 Hari)
Omzet
Per-3 Bulan
1
Makanan, Minuman
Rp. 250.000
Rp. 7.500.000
Rp. 22.500.000
2
Makanan, Minuman
Rp. 150.000
Rp. 4.500.000
Rp. 13.500.000
3
Makanan, Minuman
Rp. 150.000
Rp. 4.500.000
Rp. 13.500.000
4
Minuman, Minuman
Rp. 250.000
Rp. 7.500.000
Rp. 22.500.000
5
Minuman, Minuman
Rp. 250.000
Rp. 7.500.000
Rp. 22.500.000
6
Makanan, Minuman
Rp. 150.000
Rp. 4.500.000
Rp. 13.500.000
7
Makanan, Minuman
Rp. 150.000
Rp. 4.500.000
Rp. 13.500.000
8
Makanan, Minuman
Rp. 250.000
Rp. 7.500.000
Rp. 22.500.000
9
Dagangan Accesoris
Rp. 150.000
Rp. 4.500.000
Rp. 13.500.000
10
Dagangan Accesoris
Rp. 150.000
Rp. 4.500.000
Rp. 13.500.000
11
Dagangan Accesoris
Rp. 150.000
Rp. 4.500.000
Rp. 13.500.000
12
Dagangan Accesoris
Rp. 150.000
Rp. 4.500.000
Rp. 13.500.000
13
Dagangan Accesoris
Rp. 150.000
Rp. 4.500.000
Rp. 13.500.000
14
Dagangan Accesoris
Rp. 150.000
Rp. 4.500.000
Rp. 13.500.000
15
Dagangan Pakaian
Rp. 250.000
Rp. 7.500.000
Rp. 22.500.000
16
Dagangan Pakaian
Rp. 250.000
Rp. 7.500.000
Rp. 22.500.000
17
Dagangan Pakaian
Rp. 150.000
Rp. 4.500.000
Rp. 13.500.000
18
Dagangan Pakaian
Rp. 150.000
Rp. 4.500.000
Rp. 13.500.000
19
Dagangan Pakaian
Rp. 150.000
Rp. 4.500.000
Rp. 13.500.000
20
Dagangan Pakaian
Rp. 200.000
Rp. 6.000.000
Rp. 18.000.000
21
Dagangan Pakaian
Rp. 200.000
Rp. 6.000.000
Rp. 18.000.000
22
Dagangan Pakaian
Rp. 200.000
Rp. 6.000.000
Rp. 18.000.000
23
Dagangan Pakaian
Rp. 200.000
Rp. 6.000.000
Rp. 18.000.000
24
Barang Lainnya
Rp. 100.000
Rp. 3.000.000
Rp.   9.000.000
25
Barang Lainnya
Rp.100.000
Rp. 3.000.000
Rp.   9.000.000
26
Barang Lainnya
Rp. 100.000
Rp. 3.000.000
Rp.   9.000.000
27
Barang Lainnya
Rp.150.000
Rp. 4.500.000
Rp. 13.500.000
28
Barang Lainnya
Rp. 150.000
Rp. 4.500.000
Rp. 13.500.000
29
Barang Lainnya
Rp. 100.000
Rp. 3.000.000
Rp.   9.000.000
30
Barang Lainnya
Rp. 100.000
Rp. 3.000.000
Rp.   9.000.000
     Sumber : Hasil Pengolahan Data Field Research

Pengolahan dan Analisis Data Hasil Penelitian terhadap Konsumen
Dari angket yang disebar kepada 50 konsumen sebagai sampel yang dipilih secara acak untuk indikator faktor ekternal terdiri dari faktor lokasi dan Customer Behaviour. Peneliti menggunakan cara perhitungan analisis data sebagai berikut:
1.                  Percent (%) didapatkan dari  x 100%
2.                  Cumulative Percent (%) didapatkan dari percent 1 + percent 2 = 100%.

Dari hasil penelitian diatas, dapat didefinisikan sebagai berikut Untuk pertanyaan pertama yang diajukan kepada konsumen, Apakah anda berbelanja di sini karena lokasinya terjangkau dari tempat tinggal anda?. Sebanyak 92% menjawab ya, sedangkan 8% menjawab tidak. Hal ini dapat disimpulkan bahwa lokasi pedagang strategis karena terjangkau dari tempat tinggal konsumen.
Untuk pertanyaan kedua yang diajukan kepada konsumen, Apakah lokasi pedagang yang berjualan disini cukup bersih?. Sebanyak 78% menjawab ya, sedangkan 22% menjawab tidak. Dapat disimpulkan bahwa lokasi pedagang yang berjualan disini cukup bersih.
Selanjutnya pertanyaan ketiga yang diajukan kepada konsumen, Apakah anda senang dengan adanya lokasi pedagang yang berjualan disini?. Sebanyak 50% menjawab ya dan 50% lainnya menjawab tidak. Hal ini dapat disimpulkan bahwa proporsi jawaban konsumen sama yaitu 50% masing-masing untuk jawaban ya dan tidak.
Selanjutnya pertanyaan ke-empat yang diajukan kepada konsumen, Apakah kendaraan anda aman diparkir disini?. Seluruh konsumen menjawab ya dengan persentase 100%. Hal ini menunjukkan bahwa kendaraan aman diparkir.
Kemudian pertanyaan ke-lima yang diajukan kepada konsumen, Apakah anda tertarik untuk berkunjung kembali disini?. Sebanyak 82% menjawab ya, sedangkan 18% menjawab tidak. Dapat disimpulkan bahwa konsumen tertarik untuk berkunjung kembali.
Pertanyaan selanjutnya pertanyaan ke-enam yang diajukan kepada konsumen, Apakah anda setuju jika lokasi pedagang yang berjualan disini tertata rapi?. Sebanyak 96% menjawab ya, sisanya 4% menjawab tidak. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen setuju jika lokasi pedagang yang berjualan disini tertata rapi.
Pertanyaan selanjutnya pertanyaan ketujuh yang diajukan kepada konsumen, Apakah anda merasa nyaman berbelanja disini?. Sebanyak 74% menjawab ya, sedangkan 26% menjawab tidak. Dapat disimpulkan bahwa konsumen merasa nyaman berbelanja disini.
Selanjutnya pertanyaan ke-delapan yang diajukan kepada konsumen, Apakah barang yang ditawarkan harganya masih terjangkau oleh anda?. Sebanyak 90% menjawab ya, sedangkan 10% menjawab tidak. Dapat disimpulkan bahwa barang yang ditawarkan harganya masih terjangkau konsumen .
Selanjutnya pertanyaan ke-sembilan yang diajukan kepada konsumen, Apakah kualitas barang yang ditawarkan cukup baik?. Sebanyak 78% menjawab ya, sedangkan 22% menjawab tidak. Dapat disimpulkan bahwa kualitas barang yang ditawarkan cukup baik .
Selanjutnya pertanyaan ke-sepuluh yang diajukan kepada konsumen, Apakah anda berbelanja disini karena menyesuaikan dengan kondisi ekonomi anda saat ini?. Sebanyak 28% menjawab ya, sedangkan 72% menjawab tidak. Dapat disimpulkan bahwa konsumen berbelanja pada pedagang kaki lima disini, tidak disesuaikan dengan kondisi ekonomi mereka saat ini.
Selanjutnya pertanyaan ke-sebelas yang diajukan kepada konsumen, Apakah anda berbelanja disini bersama dengan anggota keluarga?. Sebanyak 88% menjawab ya, sedangkan 12% menjawab tidak. Dapat disimpulkan bahwa konsumen berbelanja bersama dengan anggota keluarga mereka.
Selanjutnya pertanyaan ke-dua belas yang diajukan kepada konsumen, Apakah anda sudah menjadi langganan membeli barang pada pedagang disini?. Sebanyak 62% menjawab ya, sedangkan 38% menjawab tidak. Dapat disimpulkan bahwa konsumen sudah menjadi langganan membeli barang pada pedagang disini.
Selanjutnya pertanyaan ke-tiga belas yang diajukan kepada konsumen, Apakah anda membeli barang disini karena pengaruh dari teman?. Sebanyak 42% menjawab ya, sedangkan 58% menjawab tidak. Dapat disimpulkan bahwa konsumen membeli barang disini tidak dipengaruhi oleh teman.
Selanjutnya pertanyaan ke-empat belas yang diajukan kepada konsumen, Apakah berbelanja disini mencerminkan gaya hidup anda?. Sebanyak 24% menjawab ya, sedangkan 76% menjawab tidak. Dapat disimpulkan bahwa konsumen yang berbelanja disini tidak mencerminkan gaya hidup mereka .
Pertanyaan terakhir pertanyaan ke-lima belas yang diajukan kepada konsumen, Apakah barang dagangan yang ditawarkan sesuai dengan keinginan anda saat ini?. Sebanyak 48% menjawab ya, sedangkan 52% menjawab tidak. Dapat disimpulkan bahwa barang dagangan yang ditawarkan belum sesuai dengan keinginan konsumen saat  ini.
Dari analisis data diatas, angket yang disebar kepada 50 Konsumen, yang telah dipilih secara acak sebagai sampel dalam penelitian ini, dapat diketahui bahwa terdapat faktor eksternal yang mempengaruhi omzet pendapatan Pedagang Kaki Lima yaitu faktor lokasi dan faktor Customer Behaviour.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi omzet pendapatan Pedagang Kaki Lima diwilayah Cibubur Jakarta Timur (Studi Kasus: Jalan Karya Bakti)”. Penelitian dengan metode kualitatif mencoba memahami kepribadian orang lain dari pendapat dan kerangka berpikir yang telah dibuat oleh peneliti. Pusat dan pandangan dari peneliti adalah realita yang dialami sebagai pengalaman dari narasumber yang dijadikan sampel, melalui teknik pengambilan sampel Probability Sampling dengan memilih Simple Random Sampling, artinya pengambilan sampel sederhana secara acak kepada 30 pedagang dan 50 konsumen.
Penelitian kualitatif berorientasi pada proses, yang digunakan oleh peneliti untuk memecahkan masalah dalam penelitiannya. Berdasarkan hasil analisis, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan yakni sebagai berikut :
1.      Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa faktor internal yang terdiri dari faktor pengetahuan dalam menjual dan faktor pelayanan mempunyai pengaruh terhadap omzet pendapatan pedagang kaki lima. Hal ini karena adanya modal yang memadai belum tentu menjamin keberhasilan suatu usaha. Sebab, dalam menjalankan suatu usaha diperlukan ketrampilan serta sikap yang memadai sebagai bekal untuk menghadapi berbagai permasalahan yang terjadi nanti.
2.      Hasil penelitian juga diketahui bahwa faktor eksternal yang terdiri dari faktor lokasi dan faktor Customer Behaviour mempunyai pengaruh terhadap omzet pendapatan pedagang kaki lima. Artinya untuk menciptakan omzet yang memuaskan, pedagang kaki lima dapat lebih memperhatikan faktor eksternal, terutama faktor Customer Behaviour. Hal ini karena konsumen lebih cenderung memilih dan membeli barang yang sesuai dengan kepribadiannya.

Saran
Berdasarkan Faktor yang mempengaruhi omzet pendapatan Pedagang Kaki Lima diwilayah Cibubur Jakarta Timur (Studi Kasus: Jalan Karya Bakti)”. peneliti menyarankan :
1.      Pedagang kaki lima dapat memaksimalkan faktor internal yang terdiri dari dua faktor yaitu faktor pengetahuan dalam menjual dan faktor pelayanan, karena adanya modal yang memadai belum tentu menjamin keberhasilan suatu usaha. Sebab, dalam menjalankan suatu usaha diperlukan ketrampilan serta sikap yang memadai sebagai bekal untuk menghadapi berbagai permasalahan yang terjadi nanti.
2.      Pedagang kaki lima juga dapat lebih memperhatikan faktor eksternal yang terdiri dari faktor lokasi dan faktor Customer Behaviour, karena hampir semua pembeli menginginkan pedagang dengan pelayanan yang baik kepada konsumen, sehingga akan menciptakan omzet yang memuaskan.
3.      Keberadaan pedagang kaki lima seharusnya perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah. Karena keberadaan pedagang kaki lima di Jakarta bukanlah kelompok masyarakat yang gagal masuk ke dalam sistem ekonomi perkotaan. Namun, keberadaan ini menunjukkan bahwa pedagang kaki lima sebagai ekonomi jejaring (network) yang menghubungkan sentra kemandirian usaha masyarakat dengan sirklus terpendek antara penjual dan pembeli.






DAFTAR PUSTAKA

Baduara, Sotar & Sabar Martin Sirait.1992. Salesmanship: Ilmu dan Seni Menjadi Penjual Yang Sukses. Jakarta: Bumi Aksara.
.
Erani, Ahmad Y. 2002. Memetakan Perekonomian Indonesia. Jakarta: PT.    Gramedia Widiasarana Indonesia.
Hendro. 2011. Dasar-Dasar Kewirausahaan: Panduan Bagi Mahasiswa untuk Mengenal, Memahami, dan Memasuki Dunia Bisnis. Jakarta:  Penerbit Erlangga.

Kotler, Philip. 1988. Manajemen Pemasaran Edisi ke-enam. Jakarta:  Penerbit Erlangga

Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran Edisi Millenium 1. Jakarta: PT. Prenhallindo.

Kotler, Philip dan Eduardo L Roberto. 1989. Social Marketing Strategic for Changing Public Behaviour. New York: The Free Press.

Kasmir. 2011. Kewirausahaan cetakan ke-6. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Koentjaraningrat. 1984. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia.

Lukman, Sampara.2004. Manajemen Kualitas Pelayanan. Jakarta: STIA LAN Press.

Malano, Herman. 2002. Selamatkan Pasar Tradisional: Potret Ekonomi Rakyat Kecil. Jakarta: Kompas Gramedia.

Purhantara, Wahyu. 2010. Metode Penelitian Kualitatif untuk Bisnis. Yogyakarta: Graha Ilmu

Rachbini dan Hamid. 2006. Ekonomi Informal Perkotaan. Jakarta: PT. Gramedia.

Sugiyono.2009. Metode Penelitian Bisnis Cetakan ke-13. Bandung: Alfabeta.

Sutamto. 1997. Teknik Menjual Barang. Jakarta: Balai Aksara.

Tambunan, Tulus. 2002. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia. Jakarta: Salemba.

Thoha, Mahmud. 2000. Pemberdayaan Usaha Kecil Melalui Model Grameen Bank. Jakarta: Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan LIPI.

Winardi, J. 2002. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Zain, Badudu. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan.

Peraturan Gubernur DKI Jakarta. Nomor 33 Tahun 2010. Tentang Definisi,  Pengaturan Tempat, Pembinaan dan Pengawasan Pedagang Kaki Lima di Wilayah Provinsi DKI Jakarta.